Jumat, 29 April 2011

Mengapa Kita Menulis?

Ada banyak alasan yang mendorong atau memotivasi seseorang untuk menulis. Tulisan yang dimaksud di sini adalah tulisan dalam arti luas. Bukan cuma tulisan ilmiah di jurnal-jurnal akademis, melainkan mencakup jenis-jenis tulisan lain. Termasuk di antaranya, tulisan yang terkadang dikategorikan sebagai bukan tulisan serius.

Saya akan mencoba menguraikan beberapa alasan yang mendorong kita menulis. Sebetulnya, sangat jarang terjadi, hanya ada alasan tunggal yang mendorong kita menulis. Yang lebih sering terjadi adalah terdapat beberapa alasan sekaligus, yang satu sama lain saling memperkuat dan akhirnya mendorong kita menulis. Namun, untuk menyederhanakan dan mempermudah, alasan-alasan itu akan saya paparkan satu-persatu.

Pertama, kewajiban. Ya, suka atau tidak, Anda harus mengakui bahwa banyak orang menulis karena “terpaksa.” Siapa yang memaksa? Tentunya, yang bisa memaksa adalah mereka yang memiliki otoritas untuk melakukan hal itu. Anda sendiri mungkin pernah mengalami hal ini.

Misalnya, seorang siswa SD harus menulis sebuah karangan karena disuruh oleh gurunya. Seorang mahasiswa harus menulis skripsi di bawah bimbingan dosen, sebagai syarat jika si mahasiswa ingin lulus dari universitas. Sedangkan seorang karyawan atau staf harus menulis laporan perusahaan karena ditugaskan oleh atasannya.

Kedua, memberi informasi. Terlepas dari soal penting-tidaknya isi informasi, semua tulisan tentu saja mengandung informasi. Tetapi ada jenis tulisan tertentu yang memang sangat kuat mengandung unsur tersebut.

Sebuah tulisan yang dipublikasikan di jurnal ilmiah jelas merupakan sumber informasi yang berharga dalam disiplin ilmu bersangkutan. Tulisan itu sangat mungkin dijadikan rujukan oleh para ilmuwan lain dalam suatu komunitas ilmiah. Tulisan karya wartawan di suratkabar dan majalah umumnya juga bertujuan memberi informasi pada publik. Memberi informasi merupakan fungsi utama suatu media.

Ketiga, mendidik. Jika seorang guru menulis diktat kuliah untuk para mahasiswa atau buku bacaan untuk anak-anak, tindakannya itu mengandung unsur pendidikan. Penulis yang bertujuan mencerdaskan para pembacanya berarti menulis dengan tujuan mendidik.

Keempat, menghibur. Menulis naskah lawakan atau lelucon, atau naskah untuk sinetron, bisa dibilang bertujuan menghibur atau membuat orang gembira. Jangan remehkan hal ini, karena ini sudah merupakan bisnis besar. Di balik setiap sinetron atau film, bahkan program hiburan seperti Extravaganza yang ditayangkan di Trans TV, ada sekian banyak penulis naskah yang bekerja siang-malam untuk membuat para penonton gembira.

Kelima, mengritik. Jika Anda menulis surat pembaca, yang isinya mengeluhkan pelayanan PLN, PAM, Telkomsel, Lion Air, dan sebagainya, berarti Anda menulis kritik. Hal yang sama terjadi jika Anda menulis petisi, untuk memprotes kebijakan tertentu pemerintah. Misalnya, petisi yang memprotes kenaikan harga BBM.

Keenam, mempengaruhi. Menulis artikel di media, yang isinya mendesak pemerintah agar mengubah kebijakannya dalam suatu kasus tertentu, adalah salah satu contohnya. Lewat tulisan itu, Anda ingin mempengaruhi para pengambil keputusan di pemerintahan, agar mereka mengambil kebijakan yang berbeda dari yang sekarang diberlakukan.

Jika di masa kampanye pemilu, Anda membuat tulisan yang isinya mempromosikan atau memuja-muji salah satu parpol atau kandidat presiden, Anda juga dapat dianggap berusaha mempengaruhi publik. Tujuannya, apalagi kalau bukan mendukung dan memenangkan parpol atau kandidat presiden tersebut.

Ketujuh, mencari nafkah. Ya, sudah jelas bahwa banyak orang menggantungkan nafkah hidupnya dari pekerjaan menulis. Jurnalis, novelis, cerpenis, eseis, penulis naskah iklan, dan lain-lain adalah contoh para penulis profesional, yang menafkahi hidupnya dari pekerjaan menulis. Jadi, ada tujuan komersial dari kerja menulis tersebut, dan ini sah-sah saja.

Ketujuh, mengekspresikan diri. Berbeda dengan uraian di atas, banyak juga orang yang menulis sekadar sebagai sarana untuk mengekspresikan diri atau kepuasan batin. Mereka tidak mencari popularitas, juga tidak mencari uang. Contohnya: adalah orang yang menulis buku harian secara teratur setiap hari. Orang lain tidak membaca isi buku harian itu, yang memang sangat bersifat pribadi.

Contoh lain yang sederhana adalah menulis puisi atau surat cinta kepada orang yang Anda cintai. Dalam setiap kata dan kalimat yang Anda torehkan di situ, Anda mencurahkan perasaan dan cinta. Anda tidak minta dibayar untuk menulis surat cinta itu.

Beberapa niat sekaligus:

Nah, banyak dari kita memiliki berbagai niat dan tujuan sekaligus, ketika menulis sesuatu. Seorang jurnalis yang menuliskan laporan mendalam tentang korban lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur, mungkin punya berbagai tujuan.

Banyak kalangan menyalahkan PT. Lapindo Brantas sebagai pihak yang seharusnya bertanggungjawab atas kasus lumpur, yang sudah berlangsung sejak 2006, tetapi masih menyisakan banyak persoalan. Ribuan warga masih belum menerima ganti rugi penuh, yang dijanjikan. Sementara PT. Lapindo Brantas angkat tangan, dengan mengatakan kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk memberikan “santunan” sesuai yang dijanjikan. Apalagi terjadi resesi ekonomi global, yang sangat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan.

Dalam kondisi demikian, si jurnalis mungkin punya beberapa niat sekaligus:

  • Pertama, mengritik pemerintah, yang dianggap lalai atau lamban dalam menyelesaikan kasus lumpur Lapindo.
  • Kedua, menyampaikan informasi terbaru kepada masyarakat tentang kondisi ribuan warga, yang menjadi korban lumpur.
  • Ketiga, mempengaruhi para pengambil kebijakan di pemerintahan pusat dan daerah, agar segera bertindak menyelesaikan masalah lumpur.
  • Keempat, mengekspresikan rasa prihatin dan sedihnya, setelah melihat langsung penderitaan para warga korban lumpur.
  • Kelima, dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar